Cerita Mesum Diah yang masih berumur 23 tahun tidak menyadari bahayanya bekerja
sebagai kasir di sebuah toko serba ada yang beroperasi 24 jam di
Jakarta. Tapi karena semangat dan keinginan untuk mandiri membuat
dirinya tidak mempedulikan nasehat orang tuanya yang merasa kuatir
melihat putriya sering mendapat giliran jaga di malam hari hingga pagi
hari.
Diah lebih suka bekerja pada shift di jam tersebut, Karena dari saat
tengah malam sampai pagi biasanya jarang sekali ada pembeli, sehingga
Diah bisa belajar untuk materi kuliahnya siang nanti. Sampai akhirnya
pada suatu malam terjadilah pemerkosaan itu, Diah mendapati dirinya
ditodong oleh sepucuk pistol tepat di depan matanya. Yang berambut
Gondrong (sebut saja Gading) , dan yang satu lagi tubuhnya Kurus (sebut
saja si Karjo ). Mereka berdua, menerobos masuk membuat Diah yang sedang
berkonsentrasi pada bukunya terkejut.
“Keluarin uangnya cepet !” perintah si Gading, sementara si Karjo
memutuskan semua kabel video dan telepon yang ada di toko itu. Tangan
Diah gemetar berusaha membuka laci kasir yang ada di depannya, saking
takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat,
Diah berhasil membuka laci itu dan memerikan semua uang yang ada di
dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Gading.
Diah tidak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci
tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke lemari
besi. Setelah si Gading merampas uang itu, Diah langsung mundur ke
belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.
“Masa cuma segini?!” bentak si Gading.
"Buka lemari besinya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Diah masuk
ke kantor manajernya dan mendorongnya hingga jatuh berlutut di hadapan
lemari besi. Diah mulai menangis, ia tidak tahu nomor kombinasi lemari
besi itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam lemari besi melalui
celah pintunya.
“Cepat!!!” bentak si Karjo,
Diah merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Diah berusaha
untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu.
Untunglah, melihat mata Diah yang ketakutan, mereka berdua percaya.
“Brengsek!!!! Nggak sebanding sama resikonya! Ayo…Iket dia, biar dia
nggak bisa panggil polisi!!!” Diah di dudukkan di kursi manajernya
dengan tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Diah juga diikat
ke kaki kursi yang ia duduki. si Karjo kemudian mengambil plester dan
menempelkannya ke mulut Diah.
“Beres! Ayo cabut!”
“Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.
“Aku pengen liat bentar aja!”.
Mata Diah terbelalak ketika si Gading mendekat dan menarik t-shirt
merah muda yang ia kenakan. Dengan satu tarikan keras, t-shirt itu robek
membuat BH-nya terlihat. Payudara Diah yang berukuran sedang,
bergoyang-goyang karena Diah meronta-ronta dalam ikatannya.
“Wow, oke banget!” si Gading berseru kagum.
“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Karjo, tidak begitu tertarik pada Diah karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.
Tapi si Gading tidak peduli, ia sekarang meraba-raba puting susu Diah
lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara
Diah. Dan tiba-tiba, dengan satu tarikan BH Diah ditariknya, tubuh Diah
ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Diah terputus dan sekarang
payudara Diah bergoyang bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.
“Jangan!” teriak Diah. Tapi yang tedengar cuma suara gumaman. Terasa
oleh Diah mulut si Gading menghisapi puting susunya pertama yang kiri
lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Diah menjerit ketika si Gading
mengigit puting susunya.
“diam! Jangan berisik!” si Gading menampar Diah, hingga berkunang-kunang. Diah hanya bisa menangis.
“Aku bilang diam!”, Sambil berkata itu si Gading menampar buah dada
Diah, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri
Diah. Kemudian si Gading bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Diah
terus menjerit-jerit dengan mulut diplester, sementara si Gading terus
memukuli buah dada Diah sampai akhirnya bulatan buah dada Diah berwarna
merah.
“Ayo, cepetan !”, si Karjo menarik tangan si Gading.
“Kita musti cepet minggat dari sini!” Diah bersyukur ketika melihat si
Gading diseret keluar ruangan oleh si Karjo. Payudaranya terasa sangat
sakit, tapi Diah bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Diah
berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada
gunting, tapi ia tidak bisa bergerak sama sekali.
“Hey, Brooo! Tokonya kosong!”.
“Masa, cepetan ambil permen!”.
“Goblok Banget lo, cepetan ambil bir tolol!”.
Tubuh Diah menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian
depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak
berandal yang ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 12
sampai 15 tahun. Diah mengeluarkan suara minta tolong.
“ssssstt! Lo denger nggak?!”.
“Cepetan kembaliin semua!”.
“Ayooo….lari, lari! Kita ketauan!”.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam
kantor manajer. Ia terperangah melihat Diah, terikat di kursi, dengan
t-shirt robek membuat buah dadanya mengacung ke arahnya.
“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.
“Hei, liat nih! Ada kejutan!”
Diah berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan
kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia
berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon
agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yang keluar
hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi
satu berandalan itu masuk ke dalam kantor.
Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dengan
senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Diah, yang terus
meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka.
Berandalan, yang berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dengan
penemuan mereka.
“Gila! Cewek nih!”.
“Dia telanjang!”.
“Tu liat susunya! susu!”.
“Mana, mana Aku pengen liat!”.
“Aku pengen pegang!”.
“Pasti alus tuh!”.
“Bawahnya kayak apa yaaa?!”.
Mereka semua berkomentar bersamaan, kegirangan menemukan Diah yang
sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Diah,
tangan-tangan meraih tubuh Diah. Diah tidak tahu lagi, milik siapa
tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas
buah dadanya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik
puting susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan
memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Diah.
“Ayooo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka kemudian melepaskan
ikatan pada kaki Diah, tapi dengan tangan masih terikat di belakang,
sambil terus meraba dan meremas tubuh Diah. Melihat ruangan kantor itu
terlalu kecil mereka menyeret Diah keluar menuju bagian depan toko. Diah
meronta-ronta ketika merasa ada yang berusaha melepaskan kancing
jeansnya.
Mereka menarik-narik jeans Diah sampai akhirnya turun sampai ke
lutut. Diah terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh
tersungkur ke lantai. Sebelum Diah sempat membalikkan badannya,
tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Diah merasakan
sakit yang amat sangat di pantatnya. Diah melihat salah seorang berandal
tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap
mengayunkannya lagi ke pantatnya!
“Hei….Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat
pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di pantat Diah. Diah berusaha
berguling melindungi pantatnya yang terasa sakit sekali. Tapi berandal
tadi tidak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yang
sekarang menghajar perut Diah.
“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yang ada
di atas meja layan hingga berjatuhan ke lantai. Diah berusaha bangun
tapi tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar buah dadanya. Diah
berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri.
Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada temannya. “Kalo dia
gerak, pukul aja!”
Langsung saja Diah mendapat pukulan di pantatnya. Berandal-berandal
yang lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik
tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga mereka punya alasan lagi
buat memukulnya. Berandal yang pertama tadi kembali dengan membawa
segulung plester besar. Ia mendorong Diah hingga berbaring telentang di
atas meja.
Pertama ia melepaskan tangan Diah kemudian langsung mengikatnya
dengan plester di sudut-sudut meja, tangan Diah sekarang terikat erat
dengan plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu,
jeans dan celana dalam Diah dan mengikatkan kaki-kaki Diah ke kaki-kaki
meja lainnya. Sekarang Diah berbaring telentang, telanjang bulat dengan
tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X.
“Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana
dalamnya. Mata Diah terbelalak melihat penisnya menggantung, setengah
keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Diah dan
menariknya hingga mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok
penisnya hingga berdiri mengacung tegang.
“Waktunya masuk!” ia bersorak sementara teman-teman lainnya bersorak
dan tertawa. Dengan satu dorongan keras, penisnya masuk ke vagina Diah.
Diah melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara berandal tadi
mulai bergerak keluar masuk.
Temannya naik ke atas meja, menduduki dada Diah, membuat Diah sulit
bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan penisnya dari
celana dalamnya. Plester di mulut Diah ditariknya hingga lepas. Diah
berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh penis berandal
yang ada di atasnya.
Langsung saja, penis tadi mengeras dan membesar bersamaan dengan
keluar masuknya penis tadi di mulut Diah. Pandangan Diah langsung
berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba saja mulutnya
dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan pahit sekali . Semprotan
demi semprotan masuk ke mulut Diah, tanpa bisa dimuntahkan lagi oleh
Diah. Ia terus menelan cairan tadi agar bisa terus bernafas.
Tiba-tiba saja Berandal yang duduk di atas dada Diah turun, lalu
berandal memasukkan penisnya ke vagina diah dan mendorong diah di
pinggir meja lalu menggenjot memek Diah Dengan tempo makin cepat. Ia
juga memukuli perut Diah, membuat Diah mengejang dan vaginanya
berkontraksi menjepit penisnya. Ia kemudian memegang buah dada Diah
sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati klimaks.
Tangannya langsung meremas dan menarik buah dada Diah ketika tubuhnya
bergetar dan sperma tiba-tiba menyemprot keluar, terus-menerus mengalir
masuk di vagina Diah. Sedangkan berandal yang lainnya berdiri di
samping meja dan melakukan masturbasi, Dan ketika pimpinan mereka
mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma
mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Diah.
Beberapa saat berlalu dan Diah tidak tahu apa yang terjadi
selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih
terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat
jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya. Diah meronta-ronta
membuat buah dadanya bergoyang-goyang.
Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yang
mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Diah berhasil melepaskan
tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya.
Tinggal satu lagi nih.
“Wah, wah, waaaaah!!!” terdengar suara laki-laki yang berdiri di
pintu depan. Diah sangat terkejut dan berusaha menutupi buah dada dan
vaginanya dengan kedua tangannya.
“Tolong saya!” ratap Diah.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa Pak! Tolong saya Pak, cepat panggilkan polisi!”
“Nama lu Diah kan?” tanya laki-laki tadi.
“Ba…bagaimana bapak tahu nama saya?” Diah bingung dan takut.
“Aku Adit. Orang yang dulunya kerja di toko ini sebelum kau rebut!”.
“Tapi saya tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahunya dari iklan di
koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolonglah saya pak!”.
“Gara-gara kamu ngelamar ke sini Aku jadi dipecat! Aku nggak heran kamu diterima kalo liat bodi mu”.
Diah kembali merasa ketakutan saat melihat Adit, seseorang yang belum
pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Diah kembali
berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Raoy naik pitam. Ia
menyambar tangan Diah dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya
dengan plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu,
hingga Diah betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Diah kesakitan,
ia menggeliat dan buah dadanya semakin membusung keluar.
“Lepaskan!!!! Sakit!!!! aduuhh!!!! Saya tidak memecat bapak!!!! Kenapa saya diikat Pak?!!”
“Sebenarnya Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya Aku udah keduluan. Jadi baiknya Aku rusak aja deh nih toko”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Diah sehingga sekarang Diah duduk di
pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Dan diikatnya lagi
dengan plester.
Dan Adit mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya,
rak-rak ditendang jatuh. Lalu Adit juga menghancurkan kotak pendingin es
krim yang ada di kanan Diah. Es krim beterbangan dilempar oleh Adit.
Beberapa di antaranya mengenai tubuh Diah, kemudian meleleh mengalir
turun, melewati punggungnya masuk ke belahan pantatnya.
Di depan, Es tadi mengalir melalui belahan buah dadanya, turun ke
perut dan mengalir ke vagina Diah. Rasa dingin langsung menempel di buah
dada Diah, membuat putingnya mengeras san mengacung. Ketika Adit
selesai, tubuh Diah bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yang
meleleh.
“Kamu keliatannya kedinginan!” ejek si Adit sambil menyentil puting susu Diah yang mengeras kaku.
“Aku harus ngasihh kamu sesuatu yang anget.”
Adit kemudian mendekati wajan untuk mengoreng hot dog yang ada di
tengah ruangan. Diah melihat Adit mendekat membawa beberapa buah sosis
yang berasap.
“Jaaaangaann!” Diah berteriak ketika Adit membuka bibir vaginanya dan
memasukan satu sosis ke dalam vaginanya yang terasa dingin karena es
tadi. Kemudian ia memasukan sosis yang kedua, dan ketiga. Sosis yang
keempat putus ketika akan dimasukan. Vagina Diah sekarang diisi oleh
tiga buah sosis yang masih berasap. Diah menangis karena kesakitan
akibat uap panas dari sosis tersebut.
“Keliatannya nikmat Nih….Ha..Ha…!” Adit tertawa.
“Tapi Aku lebih suka bermain dengan mustard!” Kemudian Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu.
Cairan mustard langsung keluar menyemprot ke vagina Diah. Diah
menangis terus, melihat dirinya disiksa dengan cara yang tak
terbayangkan olehnya.
Sambil tertawa Adit melanjutkan usahanya dengan menghancurkan isi toko
itu. Diah berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya sangat
tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Diah bergerak
lunglai jatuh.
“Hei!! Kamu kalo kerja jangan tidur!” bentak Adit sambil menampar pipi Diah.
Kamu tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”
Diah pun meronta ketakutan melihat Adit yang memegang dua buah jepitan
buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya sangat keras sekali.
Adit segera mendekatkan satu jepitan ke puting susu kanan Diah,
menekannya hingga terbuka dan melepaskannya hingga menutup kembali
menjepit puting susu Diah.
Diah menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke
puting susunya. Kemudian Adit juga menjepit puting susu yang ada di
sebelah kiri. Air mata Diah bercucuran di pipi.
Kemudian Adit mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, lalu
mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika
pintu itu didorong Adit hingga membuka keluar, Diah merasa jepitan tadi
tertarik oleh kawat, dan membuat buah dadanya tertarik dan ia menjerit
kesakitan.
“Nah…..,Hmmm… udah jadi. sekarang pintu depan ini bisa buka ke dalem
ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dengan cara ditarik
bukan didorong. Jadi Aku sekarang pergi dulu, terus nanti Aku pasang
biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang
dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik
tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”
“Jaaaaaangan! saya mohoon! Jangan! jangan! jangan! ampun!”
Aditpun tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada
pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik.
Diahpun menangis ketakutan, Dan puting susunya sudah hampir rata,
dijepit. Ia terlihat meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh
Diah berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil.
Beberapa saat kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Diah
melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan
meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Diah, telanjang dengan buah
dada mengacung. Segera saja Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu
itu tidak terbuka. Si Gelandangan langsung meraih pegangan pintu dan
mulai menariknya.
Diah langsung menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi
gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang kemudian menarik kawat dan
menarik jepitan yang ada di puting susunya. Gigi-gigi yang sudah
menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya. Diah
menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.
Tapi Diah tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja
kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Dan kakinya
juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa
kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat
sensitif.
Udara dingin saja membuat puting susunya mengacung tegang.
Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan
pinggulnya. Diah merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan
pantatnya dari belakang. Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke
liang anusnya. Diah menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan
tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.
“Ja…Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”
“Habisnya pantat Mbak kan belom diituin.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangaaaaan!” Diah meronta, ketika penis si gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya.
Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya
tidak bisa masuk ke dalam anusnya Diah. Lalu ia langsung berlutut lagi,
mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan
memutar-mutarnya masuk ke liang anus Diah.
Diah menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi
mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran
tajam. Liang anus Diah tersayat-sayat ketika gelandangan tadi
memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Diah bisa membesar.
Setelah beberapa Lama tiba-tiba gelandangan tadi mencabut botol
tersebut. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Diah,
tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan penisnya
ke dalam anus
Diah yang sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir.
Gelandangan tadi mulai bergerak kesenangan, rasanya sudah lama sekali ia
tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sehingga Diah
merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak
maju.
Diah terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang
mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak
makin makin cepat, tangannya meremas buah dada
Diah, membuat Diah
menjerit karena puting susunya yang terluka ikut diremas dan
dipilih-pilin. Akhirnya dengan satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan
Diah merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan
tadi jatuh terduduk lemas di belakang Diah.
“Makasih yaaa Mbak! Saya puas sekaliiiii! Makasih.” gelandangan tadi
melepaskan ikatan Diah. Kemudian ia mendorong Diah duduk dan kembali
mengikat tangan Diah ke belakang, kemudian mengikat kaki Diah erat-erat.
Kemudian tubuh Diah didorongnya ke bawah meja kasir hingga tidak
terlihat dari luar.
Sambi terus mengumam terima kasih Dan sigelandangan tadi berjalan
sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Diah
terus saja menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir
keluar dari anusnya. Lama kemudian Diah jatuh pingsan karena kelelahan
dan shock Berat. Dan tersadar ketika Ia ditemukan oleh rekan kerjanya
yang masuk pukul 7 pagi.
Bandar Online Aman dan Tidak Ada BATASAN LINE BETTING
Hadiah = 4D 3.000.000 3D 400.000 2D 70.000